Selasa, 13 Desember 2011

Subsidies to Farmers

Note: This is an extract from an Academic Reading passage on the subject of government subsidies to farmers.

All these activities may have damaging environmental impacts. For example, land clearing for agriculture is the largest single cause of deforestation; chemical fertilisers and pesticides may contaminate water supplies; more intensive farming and the abandonment of fallow periods tend to exacerbate soil erosion; and the spread of monoculture and use of highyielding varieties of crops have been accompanied by the disappearance of old varieties of food plants which might have provided some insurance against pests or diseases in future. Soil erosion threatens the productivity of land in both rich and poor countries. The United States, where the most careful measurements have been done, discovered in 1982 that about one-fifth of its farmland was losing topsoil at a rate likely to diminish the soil's productivity. The country subsequently embarked upon a program to convert 11 per cent of its cropped land to meadow or forest. Topsoil in India and China is vanishing much faster than in America.

Government policies have frequently compounded the environmental damage that farming can cause. In the rich countries, subsidies for growing crops and price supports for farm output drive up the price of land. The annual value of these subsidies is immense: about $250 billion, or more than all World Bank lending in the 1980s. To increase the output of crops per acre, a farmer's easiest option is to use more of the most readily available inputs: fertilisers
and pesticides. Fertiliser use doubled in Denmark in the period 1960-1985 and increased in The Netherlands by 150 per cent. The quantity of pesticides applied has risen too: by 69 per cent in 1975-1984 in Denmark, for example, with a rise of 115 per cent in the frequency of application in the three years from 1981.

In the late 1980s and early 1990s some efforts were made to reduce farm subsidies. The most dramatic example was that of New Zealand, which scrapped most farm support in 1984. A study of the environmental effects, conducted in 1993, found that the end of fertiliser subsidies had been followed by a fall in fertiliser use (a fall compounded by the decline in world commodity prices, which cut farm incomes). The removal of subsidies also stopped land-clearing and over-stocking, which in the past had been the principal causes of erosion. Farms began to diversify. The one kind of subsidy whose removal appeared to have been bad for the environment was the subsidy to manage soil erosion.

In less enlightened countries, and in the European Union, the trend has been to reduce rather than eliminate subsidies, and to introduce new payments to encourage farmers to treat their land in environmentally friendlier ways, or to leave it fallow. It may sound strange but such payments need to be higher than the existing incentives for farmers to grow food crops. Farmers, however, dislike being paid to do nothing. In several countries they have become interested in the possibility of using fuel produced from crop residues either as a replacement for petrol (as ethanol) or as fuel for power stations (as biomass). Such fuels produce far less carbon dioxide than coal or oil, and absorb carbon dioxide as they grow. They are therefore less likely to contribute to the greenhouse effect. But they are rarely competitive with fossil fuels unless subsidised - and growing them does no less environmental harm than other crops.

Bagaimana Mempelajari Nama Ilmiah Tumbuhan

BANYAK siswa beranggapan bahwa nama ilmiah hanyalah bersifat hafalan semata, apalagi menggunakan bahasa Latin. Padahal, sebenarnya belajar tentang fakta adalah lebih mudah dan bermakna daripada menghafal nama-nama ilmiah ataupun penggolongannya.


Menurut pakar biologi berkebangsaan Swedia, Caroleus Linnaeus (1707-1778) nama ilmiah tumbuhan ataupun penggolongannya menggunakan Sistem \"Ninomial Nomenklatur\", yaitu pemberian nama dengan sistem dua kata yang dipisahkan. Kata pertama menunjukkan marganya (genus) sedangkan kata kedua menunjukkan jenisnya (species).


Kata-kata itu menunjukkan, jenis ini mengandung makna tentang sifat-sifat yang menjadi ciri khasnya, yang tidak ditemukan pada makhluk jenis lainnya sehingga menjadi pembeda yang satu dengan anggota lain dalam genus yang sama.


Nama genus diawali dengan huruf besar (kapital), sedangkan nama spesies diawali dengan huruf kecil. Kedua nama diberi garis bawah yang terpisah atau dicetak miring.


Untuk lebih memudahkan dalam mempelajari nama ilmiah perlu mengikutsertakan banyak alat indra. Misalkan, dalam mempelajari nama ilmiah cabai dengan mengadakan \"rujak party\". Bila membuat rujak, tentunya kita gunakan cabai agar terasa lebih nikmat. Sebelum meracik bumbu rujak, siswa diminta untuk mengamati bentuk morfologi buah cabai. Setelah bumbu diracik maka bumbu akan terasa pedas, semakin banyak diberi cabai maka bumbu akan semakin pedas.


Dengan demikian siswa lebih dapat menghayati bahwa ciri khas atau ciri yang paling menonjol dari cabai adalah mengandung zat rasa pedas (capsein). Maka nama ilmiah cabai adalah Capsicum.


Kalau kita rasakan yang mempunyai zat rasa pedas selain cabai merah adalah cabai rawit. Perbedaan yang paling menonjol antara cabai dan cabai rawit adalah cabai merah berumur setahun (annuum), sedangkan cabai rawit mirip perdu (frutex), karena berumur lebih dari setahun. Jadi, nama ilmiah dari cabai merah adalah Capsicum annuum, sedangkan cabai rawit adalah Capsicum frutescens.


Agar siswa lebih tertarik dengan tanaman cabai, guru bisa mengumpulkan pendapat dari siswa tentang berbagai manfaat tanaman cabai, baik untuk keperluan yang erat dengan kegiatan masak-memasak, maupun keperluan yang lain. Kemudian hasilnya didiskusikan dan disesuaikan dengan pendapat para ahli, misalnya dari pengarang buku yang berkaitan dengan tanaman cabai.


Berikut ini adalah berbagai manfaat tanaman cabai yang dikemukakan oleh Setiadi dalam bukunya \"Bertanam Cabai, 1990: 10-11\". Kita banyak memanfaatkan cabai karena selain cabai mempunyai daya tarik dari warna kulit buahnya, juga cabai mempunyai banyak kandungan gizi. Cabai yang kaya akan vitamin C sering dimanfaatkan untuk bahan campuran pada industri makanan, obat-obatan, dan peternakan.


Cabai juga tidak kecil manfaatnya bagi burung ocehan dan burung hias. Konon, kepedasan cabai karena adanya zat capsein yang mampu mempertajam lidah burung ocehan sehingga burung ini akan lihai mempermainkan lidahnya. Bila cabai merah diberikan pada burung hias, pengaruhnya terhadap bulu burung yang akan lebih bercahaya dan lebih menarik.


Ayam yang enggan bertelur pun bisa tertolong sehingga mau bertelur asalkan makanannya acap kali dicampur cabai. Namun cabai yang diberikan pada ayam itu, adalah cabai kering ditumbuk halus menjadi bubuk cabai. Bubuk inilah yang dicampurkan pada makanan ayam calon petelur itu. Bubuk cabai dimanfaatkan juga dalam industri makanan dan minuman untuk menggantikan fungsi lada dan sekaligus untuk memancing selera kita.


Dengan mengikutsertakan alat indra dan mendiskusikan berbagai manfaat cabai seperti di atas, pelajaran nama ilmiah diharapkan akan lebih bermakna sehingga siswa akan lebih menghayati dan bergairah dalam mempelajari nama-nama ilmiah karena tercipta keadaan yang menyenangkan.


Hal yang sama bisa dilakukan untuk mempelajari nama ilmiah tumbuhan lain yang digunakan sebagai bahan rujak. Misalnya, kacang tanah (Arachis hypogea), asam (Tamarandus indica), jambu air (Psidium aquatica), pepaya (Carica papaya), dan sebagainya.


Sejalan dengan itu, dikembangkan suatu proses belajar yang berpusatkan pada siswa, agar siswa berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam proses belajar-mengajar baik secara perorangan maupun sebagai kelompok yang sesuai dengan kurikulum 2004.


Dengan partisipasi demikian, siswa bukan semata-mata berperan sebagai penerima informasi atau komunikasi yang berlangsung satu arah: dari guru kepada siswa, tetapi dapat berkembang sebagai pencari, penemu, pengolah, dan penyaji informasi sehingga komunikasi bisa berlangsung dengan banyak arah, dari siswa kepada guru dan sebaliknya dari guru kepada siswa, serta antarsiswa.


Dengan komunikasi demikian, tingkat belajar yang diharapkan dapat tercapai, sampai pada tingkat pemahaman dan penerapan yang lebih luas. ***

Penulis, guru Biologi SMAN 3 Cimahi.
Dra. RIKA RACHMAYANTI

Sotong atau Jambu Biji


Klasifikasi
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Rosidae
Ordo                : Myrtales
 Famili             : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus              : Psidium
Spesies            : Psidium guajava L.

Nama lain : Jambu batu (Indonesia), Jambu klutuk (Indonesia, Jawa, Sunda), jambu krikil (Jawa), Jambu petakol (Jawa), jambu bayawas (Jawa), jambu siki (Sunda), jambu bhendher (madura), jambu bighi (Madura), guava (Inggris)

Morfologi
Perdu atau pohon kecil, yinggi 3 – l0 m. kulit perang, licin, terkelupas dalam potongan. Ruas tangkai teratas segiempat tajam. Daun yang muda berbulu abu-abu. Daun bertangkai pendek, bulat panjang atau memanjang, 6 – l4 kali 3 – 6 cm. Bunga terletak di ketiak, bertangkai, anak paying berbunga l – 3; tangkai l – 4 cm. Tabung kelopak berbentuk lonceng atau bentuk corong, panjang 0,5 cm; pinggiran tidakrontok, +/- l cm panjangnya. Daun mehkota bulat telur terbalik, panjang l,5 – 2 cm, putih, segers rontok. Benagsari pada tonjolan dasar bunga yang berbulu, putih, pipih dan lebar, seperti halnya tangkai putik berwarna serupa mentega. Bakal buah tenggelam, beruang 4 – 5. Buah buni bundar, bentuk pper atau bentuk telur terbalik, kuning, panjang 5 – 8,5 cm; daging buah putih kekuningan atau merah. 0 – 1000 m dpl

Kandungan kimia
Dalam tiap 100 gram jambu biji masak segar terdapat 0,9 g protein, 0,3 g lemak, 12,2 g karbohidrat, 14 mg kalsium, 28 mg fosfor, 1,1 mg besi, 25 SI vitamin A, 0,02 mg vitamin B1, 87 mg vitamin C, dan 86 g air, dengan total kalori sebanyak 49 kalori.

Kandungan vitamin C jambu biji dua kali lipat jeruk manis yang hanya 49 mg per 100 g buah. Vitamin C itu terkonsentrasi pada kulit dan daging bagian luarnya yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C jambu biji memuncak saat menjelang matang.

Kandungan vitamin C pada jambu biji sanggup memenuhi kebutuhan harian anak berusia 13-20 tahun yang mencapai 80-100 mg per hari, atau kebutuhan vitamin C harian orang dewasa yang mencapai 70-75 mg per hari. Dengan demikian, sebutir jambu biji dengan berat 275 g per buah dapat mencukupi kebutuhan harian akan vitamin C pada tiga orang dewasa atau dua anak-anak.
Jambu biji juga kaya serat, khususnya pektin (serat larut air). Manfaat pektin antara lain menurunkan kolesterol dengan cara mengikat kolesterol dan asam empedu dalam tubuh serta membantu mengeluarkannya. Penelitian yang dilakukan Singh Medical Hospital and Research Center Morrabad, India, menunjukkan bahwa jambu biji dapat menurunkan kadar kolestreol total dan trigliserida darah serta tekanan darah pada penderita hipertensi.

Ada pun tanin yang menimbulkan rasa sepat pada jambu biji bermanfaat memperlancar sistem pencernaan dan sirkulasi darah, serta menyerang virus. Kalium yang terkandung pada buah ini berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat gizi ke sel tubuh, serta menurunkan kadar kolesterol total dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Menurut penelitian, memakan jambu biji 0,5-1 kg/hari selama empat minggu, risiko terkena sakit jantung dapat berkurang hingga 16. persen.

Dalam jambu biji juga ditemukan likopen, yaitu zat karotenoid (pigmen penting dalam tanaman) yang memiliki aktivitas antioksidan, sehingga bermanfaat memberikan perlindungan pada tubuh dari serangan beberapa jenis kanker. Dalam jambu biji merah, kandungan likopen ini tersedia dalam jumlah melimpah. daun jambu biji diketahui mengandung tanin, eugenol (minyak asiri), minyak lemak, damar, zat samak, triterpinoid, dan asam apfel. Biji jambu mengandung 14 persen minyak atsiri, 15 persen protein, dan 13 persen tepung.

Kegunaan
1. Penguat jantung, membantu sistem pencernaan, dan antikanker
·         Jus jambu biji 200 ml Jus apel 400 ml Jus melon 200 ml Madu murni 100 cc Blender semua bahan sampai halus kemudian simpan di lemari pendingin. Minum secara teratur setiap pagi dan sore masing-masing 300 cc.

2. Demam berdarah dengue (DBD)
·         Ramuan 1: Jambu biji matang dan mengkal 3 buah dicuci bersih. Jambu yang sudah matang diblender sampai halus lalu disaring sehingga diperoleh jus jambu biji.
·         Jus jambu biji diminum tiga kali sehari sampai DBD sembuh. Buah yang mengkal dimakan langsung bersama kulitnya. Biji buah tidak perlu ikut dimakan.
·         Ramuan 2: Daun jambu biji segar 1 kg dicuci bersih, kemudian dipotong kecil-kecil (rajang). Blender dengan air secukupnya hingga halus. Saring dan endapkan, sehingga ekstrak daun terpisah dengan air. Oven ekstrak daun tersebut agar tahan lama.
·         Cara pemakaian: - Masukkan ekstrak ke dalam kapsul lalu minum dua kali sehari, setiap pagi dan sore. - Minum ekstrak daun bersama sirop jambu biji dengan takaran 1 sendok teh untuk 1/2 liter sirop yang diencerkan. Minum secara teratur sampai keluhan sembuh.

3. Diare
·         Ramuan 1: Daun jambu biji 30 gr ditambah segenggam tepung beras direbus dengan 1-2 gelas air. Larutan diminum 2 kali sehari.
·         Ramuan 2: Tiga lembar daun jambu biji muda segar dikunyah dengan sedikit garam, lalu ditelan. Lakukan sehari 2 kali.
·         Ramuan 3: Enam lembar daun jambu biji dicuci bersih lalu ditumbuk sambil diberi 1 cangkir air matang, peras, minum airnya. Cukup untuk diminum 2 kali sehari. Minum air perasannya. Lakukan setiap hari secara teratur, sampai benar-benar sembuh.

4. Maag
·         Delapan helai daun jambu biji dicuci, rebus dengan 1,5 liter air. Minum 3 kali sehari.

5. Disentri
·         Siapkan akar daun jambu biji secukupnya dan daun jambu 10 lembar. Potong-potong akar dan daun, cuci bersih, lalu rebus dengan air secukupnya selama 20 menit pada suhu 90 derajat Celsius. Saring air rebusan lalu minum secukupnya secara teratur sampai keluhan hilang.

6. Luka
·         Tiga pucuk daun jambu biji dicuci, kunyah sampai lumat. Tempelkan pada luka. Kandungan astringent-nya dapat menghentikan perdarahan.

7. Keputihan
·         Dua genggam daun jambu biji muda dan 7 helai daun sirih dicuci, rebus dengan segelas air, saring. Tunggu agak dingin lalu minum. Cukup untuk diminum 2 kali sehari.

8. Perut kembung pada anak
·         Tiga helai daun jambu biji, 2 cm kulit batang pulasari, 5 butir adas direbus dengan 1,5 gelas air sampai airnya tinggal setengah, saring. Minum 3 kali sehari. Dosis untuk anak di bawah umur 3 tahun sesendok makan, di atas 3 tahun 2 sendok makan.

9. Sakit kulit
·         Ramuan 1: Segenggam daun jambu biji muda dan 7 kuntum bunga jambu biji dicuci, lumatkan sampai halus. Gosokkan pada kulit yang sakit.
·         Ramuan 2: Daun jambu biji segar 500 gram dipotong-potong lalu direbus dengan air panas 90 derajat Celsius selama 20 menit. Saring air rebusan lalu gunakan untuk mandi selagi airnya masih hangat. Lakukan secara teratur sampai penyakit kulit hilang.

10. Diabetes
·         Satu buah jambu biji yang masih mengkal dipotong-potong, rebus dengan 3 gelas air hingga tinggal 1 gelas, saring. Minum 2 kali sehari.
11. Beser (sering buang air kecil)
·         Tiga pucuk daun jambu biji dicuci, lalap dengan sedikit garam dan merica. Makan setiap siang dan malam selama 2 hari.

12. Sariawan
·         Ramuan 1: Rebus 1 genggam daun jambu biji segar ditambah 1 jari kulit batangnya dengan 1 liter air, saring. Minum 2 kali sehari.
·         Ramuan 2: Daun jambu biji muda 2 lembar, daun sirih segar 1 lembar, daun saga segar satu genggam dicuci sampai bersih. Tumbuk semua bahan sampai halus lalu tambahkan air. Peras adonan itu lalu gunakan airnya untuk kumur-kumur 2-3 kali sehari.

13. Luka berdarah atau borok di sekitar tulang
·         Lumatkan daun jambu biji segar, tempelkan di tempat yang sakit. Lakukan beberapa kali sehari.

14. Ambeien
·         Ramuan 1: Daun jambu biji muda atau pucuknya dan sebuah pisang batu dicuci, lalu ditumbuk. Minum air perasannya. Lakukan setiap hari secara teratur, sampai benar-benar sembuh.
·         Ramuan 2: Buah jambu biji segar 500 gram direbus menggunakan air secukupnya hingga menjadi cairan kental. Oleskan cairan itu ke bagian tubuh yang sakit. 

Tumbuhan yang di Pergunakan Untuk Bahan Bangunan Tradisional Bali Khususnya Merajan/Pelinggih


Kayu untuk bahan bangunan di Bali dibedakan menurut kelompok kesakralan yang dikandung dalam pohon asal kayu itu. Di Lontar Bhuwana Kosa dan Lontar Wrhaspati Tattwa dinyatakan bahwa Ida Sanghyang Widhi yang bermanifestasi sebagai Bhatara Brahma menciptakan isi bumi melalui tahapan proses sebagai berikut: Setelah air laut disurutkan melalui pembentukan es di kutub utara dan di kutub selatan, maka muncullah daratan.Di atas daratan diciptakanlah pertama kali, pohon dan tumbuh-tumbuhan; setelah itu menyusul binatang pemahan tumbuh-tumbuhan; kemudian binatang pemakan binatang, dan terakhir, manusia.
Pohon-pohonan yang diciptakan-Nya berurutan dengan nama gelar:
  1. Pohon Prabu, misalnya: cendana (santalum album), wangkal (albizia procera), majagau (dysoxylum caulostachyum), dan nangka (artocarpus heterophyllus)
  2. Pohon Patih, misalnya: menengen (exoecaria agallocha), kutat (planchonia valida), dan jati (tectona grandis)
  3. Pohon Arya, misalnya: cempaka (michelia champaca), belalu (albizia chinensis), dan sentul (sandoricum koetjapi)
  4. Pohon Demung, misalnya: bentenu (melochia arborea), dan teep (artocarpus altilis)
  5. Pohon Tumenggung, misalnya: suren (toona sureni), dan bayur (ptrospermum javanicum)
Agar bangunan mempunyai kekuatan magic yang didasari kesucian sehingga penghuni atau pengguna bangunan mendapatkan kebahagian, ketentraman, kenyamanan, dan keselamatan, maka penggunaan kayu yang berasal dari pohon-pohon tersebut di atas diatur.
Namun ketentuan-ketentuan di atas, khususnya untuk bangunan perumahan hanyalah sesuai bila rumah dibangun dengan style Bali yang khas. Untuk bangunan tidak menggunakan style Bali, ketentuan tentang pemilihan jenis kayu di atas tidak mengikat. Sedangkan berdasarkan sastra asta kosala- kosali Bahan kayu Parhyangan yaitu kayu yang dapat digunakan di tempoat suci, seperti sanggah/ merajan ataupun pura seperti:

A.  Cendana (Santalum album L.)

Kayu cendana juga sangat disakralkan oleh masyarakat Bali, dimana kayu cendana (Santalum album L.) ini digunakan dalam pembuatan pelinggih karena kayu ini menghasilkan aroma yang sangat wangi, sehinngga kayu ini bagus untuk digunakan di tempat-tempat suci. Selain digunakan dalam pembuatan pelinggih, kayu cendana ini juga dapat digunakan dalam pembuatan pratima, dimana kayu ini merupakan peragan dari bhatara Paramasiwa. Dalam klasifikasi kayu menurut orang Bali, kayu cendana ini termasuk golongan kayu prabu, artinya kayu ini biasanya digunakan untuk membuat langit-langit dalam suatu pelinggih.
termasuk kedalam jenis kayu kelas istimewa. Sebab selain memiliki struktur kayu yang sangat kuat, juga memiliki aroma kayu yang sangat harum. Adanya aroma yang harum ini disebabkan karena sel-sel penyusunya menghasilkan zat-zat ergastik berupa produk sisa yang tidak bernitrogen, yaitu berupa minyak esensial. Minyak esensial (minyak atsiri) merupakan minyak yang mudah menguap, sehingga menghasilkan aroma yang khas.
Kayu cendana ini termasuk kayu yang kuat karena kayu ini memiliki jaringan sklerenkim yang berkembang sangat baik,dengan dinding selnya mengalami penebalan lignin. Kayu ini berwarna coklat dengan tekstur kayu yang agak halus. Arah serat yang lurus atau bergelombang. Memiliki permukaan licin dan agak mengkilap. Kayu cendana memiliki pembuluh kayu yang tersebar dengan adanya perforasi dan adanya noktah. Pada parenkim aksial terdapat adanya silika. Serat sebagian bersekat dengan dinding yang tipis sampai yang tebal.

Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
S. album
Santalum album
L.




















B.  Kayu Cempaka (Michelia champaca L.)

KLASIFIKASI
Kingdom         : Plantae                                             
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : magnoliopsida
Ordo                : Magnoliales
Family             : Magnoliaceae
Genus              : Michelia
Species            : Michelia Champaca Linn

Kayu cempaka (Michelia champaca L.) banyak digunakan dalam pembuatan pelinggih karena kayu ini memiliki aroma yang wangi. Kemudian bunga dari bunga ini biasanya digunakan untuk keperluan upacara keagamaan. Selain itu, kayu cempaka ini merupakan kayu peragan bhatara Siwa. Biasanya yang diguanakan adalah jenis cempaka kuning, dan kayu yang pohonnya yang sudah usianya lebih dari 10 tahun. Menurut klasifikasi kayu menurut masyarakat Bali, kayu cempaka ini termasuk kayu golongan arya, artinya kayu ini biasanya digunakan dalam membuat ”lambang atau ige-ige”.
Merupakan jenis kayu yang awet. Sebab sel-sel penyusun kayu cempaka ini mengandung zat tanin yang berfungsi sebagai pencegah terhadap kerusakan, pelapukan dan serangan rayap atau hama lainnya. Arah serat kayu cempaka ini lurus dan agak bergelombang. Disamping itu sel-sel pada kayu cempaka ini juga menghasilkan hasil metabolit berupa minyak atsiri yang merupakan minyak yang mudah menguap. Minyak ini biasanya akan menghsalikan aroma yang khas pada kayu cempaka ini, sehingga kayu ini akan beraroma harum. Struktur jaringan kolenkim dan sklerenkim juga mendukung kayu cempaka ini. Kayu ini sangat kuat. Ditijau dari parenkim aksial, ditemukan adanya kristal dan silika yang merupakan produk sisa dari hasil metabolisme.
Kayu cempaka memiliki pembuluh kayu yang tersebar, berbentuk lonjong. Sel-sel penyusun pembuluh xilemnya mengalami penebalan tipe skalariform, dengan adanya noktah antar pembuluhnya. Parenkim aksial berupa parenkim apotrakeal tersebar atau berkelompok yang berada diantara serat. Kayu cempaka memiliki serat yang tidak bersekat, memiliki dinding sel mulai dari yang tipis sampai yang mengalami penebalan.


C.   Majagau (Dyxoxylum caulostachyum)



KLASIFIKASI
Kerajaan          : Plantae (Tumbuhan);
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh);
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji);
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga);
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil);
Sub Kelas        : Rosidae;
Ordo                : Sapindales;
Famili              : Meliaceae;
Genus              : Dysoxylum;
Spesies            : Dysoxylum densiflorum Miq.

 Majegau yang dalam bahasa latin disebut Dysoxylum densiflorum merupakan flora (tumbuhan) identitas provinsi Bali mendampingi Jalak Bali sebagai fauna identitas. Pohon majegau yang sering disebut juga sebagai cempaga merupakan anggota famili Maleaceae (suku mahoni-mahonian). Tanaman ini memiliki kualitas kayunya yang baik sehingga di Bali banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (terutama bangunan-bangunan suci) dan sebagai bahan kerajinan ukiran.
Dimana kayu ini banyak digunakan karena kayu ini memiliki aroma yang sangat wangi. Kayu ini digolongkan kedalam jenis kayu Demung. Dimana kayu ini biasanya digunakan untuk membuat sesaka. Kayu majegau ini dalam pembuatan pretima, merupakan peragan dari Sadasiwa.
Majegau mempunyai batang yang keras dan awet. Lantaran itu, di Bali, tanaman batang tanaman ini sering dimanfaatkan sebagai bahan pembangunan pura, tiang rumah dan sebagai bahan kerajinan ukir-ukiran. Batang majegau dipercaya sebagai simbolisasi Bhatara Sadasiwa. Kayu majegau juga sering digunakan sebagai kayu bakar upacara karena memiliki bau yang harum. Selain itu, majegau juga berpotensi sebagai obat, khususnya untuk mengobati penyakit sulit buang air, meskipun untuk itu masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut.

JATI


KLASIFIKASI

Kingdom          :  Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Lamiales
Famili              : Lamiaceae
Genus              : Tectona
Spesies             : T. grandis

MORFOLOGI
·      Jati adalah pohon penghasil kayu yang bermutu tinggi. Pohon jati berbatang lurus dantingginya bisa mencapai 30 – 40 m.
·      Daun jati umumnya besar, bulat atau oval, berhadapan, dan tangkainya pendek.
·      Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm.
·      Daun muda berwarna kemerahan dan ranting muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku – bukunya.
·      Jati memiliki bunga majemuk yang berukuran mencapai 40 x 40 cm atau lebih besar.Dalam dalam satu tangkai berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam buah berbentuk  bulat agak gepeng 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2 – 4, tetapiumumnya hanya satu yang tumbuh.

KEGUNAAN
· Akar berguna sebagai pewarna. Sekitar abad ke-17 warga sulawesi selatan menggunakan akar jati untuk mewarnai anyaman. Warna yang di hasilkan kuning dan kuning agak kecoklatan.
· Pohon jati berguna untuk kontruklsi berat seperti furniture. Hasil seduhan kayu jati yang pahit dapat di jadikan penawar rasda sakit.
· Ranting pohon jati berguna sebagai bahan bakar kualitas 1 yang menghasilkan panas sangat tinggi hingga dulu di gunakan sebagai bahan bakar lokomotif.
· Daun muda yang di seduh maupun di tumbuk berguna sebagai penawar rasa sakit.