Rabu, 19 Desember 2012

Sejarah Perkembangan Pembenihan


Bukti sejarah tertua perbenihan dunia ditemukan pada bangsa Babilonia, Mesir dan Romawi pada tahun 8000 SM dimana bangsa tersebut mulai melakukan pengumpulan benih untuk ditanam kembali. Pada masa tersebut petani selalu meyimpan sebagian benih untuk pertanaman berikutnya dan tanpa sengaja melakuan seleksi terhadap tanaman yang memiliki keungguluan khusus seperti memiliki batang yang kuat, memiliki biji yang besar atau buah yang lebat sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Penemuan-penemuan di bidang bioteknologi yang mendukung perkembangan teknologi perbenihan seperti yang dilakukan Gregor Mendel pada tahun 1856, mengawali genetikan tumbuhan rekombinan serta hukum-hukum dalam penyampaian sifat induk keturunannya. Pada tahun 1869 perbenihan pertama menurut catatan sejarah dilakukan di Jerman yaitu ketika Friendrick Nobbe melakukan suatu penelitian di kota kecil Tharandt yang terletak di Jerman Selatan. Abad ke-20 merupakan titik perkembangan perbenihan di dunia pada umumnya dan di Indonesia khususnya yang berbasis ilmu pengetahuan. Penemuan dengan penemuan kembali Hukum Pewarisan Mendel.

pada tahun 1900, eksperimen terhadap seleksi atas generasi hasil persilangan dan galur murni oleh Wilhelm Johannsen (dekade pertama abad ke-20), peletakan dasar Hukum Hardy-Weinberg(1908 dan 1909), dan penjelasan pewarisan kuantitatif berbasis Hukum Mendel oleh Sir Ronald Fisher pada tahun 1916 memberikan banyak dasar-dasar teoretik terhadap berbagai fenomena yang telah dikenal dalam praktik dan menjadi dasar bagi aplikasi ilmu dan teknologi dalam perbaikan kultivar.

Perkembangan yang paling revolusioner dalam genetika dan pemuliaan tanaman adalah ditemukannya cara perakitan varietas hibrid pada tahun 1910-an. Setelah serangkaian percobaan persilangan galur murni di Amerika Serikat sejak akhir abad ke-19 oleh Edward M. East, George H. Shull dan Donald F. Jones yang memanfaatkan gejala heterosis. Ditemukannya teknologi mandul jantan di tahun 1940-an semakin meningkatkan efisiensi perakitan varietas hibrida. Pada saat penjajahan Belanda pemerintahaan Hindia Belanda yang memiliki kepentingan untuk menguras sebanyak-banyaknya sumber daya alam di Indonesia terutama di bidang pertanian mereka mengadakan pendirian lumbung-lumbung benih untuk mengadakan benih yang berkualitas baik. Setelah itu pengadaan perbenihan ditingkatkan kembali pada tahun 1930an dengan pembangunan Balai benih, pembangunan sekolah pertanian di Sukabumi dan di Bogor yang terkenal dengan hasil-hasil penelitian yang sangat membantu usaha balai benih tersebut yang berfungsi sebagai sumber benih yang lebih baik mutunya yang secara terus-menerus dapat memenuhi kebutuhan para petani serta tanah-tanah pertaniannya di desa-desa (kastasaputra, 2003).

Perkembangan perbenihan pada tahun 1958 di Indonesia khusus mengenai benih padi varietas unggul semakin banyak diperkenalkan melalui program-program pemerintah seperti (KOGM, SSBM dan BIMAS) dan pada tahun 1970. Pemerintah menganggap perlu adanya kesatuan dalam kebijakan mengenai kegiatan-kegiatan, sehingga dibentuk Badan Benih Nasional (BBN) dalam lingkungan administratif Departemen Pertanian. Salah satu tugas diantara tugas pokok badan benih nasional yaitu membentuk lembaga yang tugasnya memperbanyak dan memproduksi benih dari varietas-variestas yang ditingkatkan dan berkualitas tinggi bagi kepentingan masyarakat khususnya para petani. Varietas-varietas ini berasal dari program seleksi balai penelitian (kartasaputra, 2003). Dalam era modern untuk memperoleh informasi mengenai kemajuan teknologi benih dan pengembangan ilmu perbenihan di negara-negara maju serta mengetahui situasi industri pembenihan tanaman dan kebutuhan benih di negara-negara Asia Pasifik, Indonesia bergabung ke dalam APSA (The Asian Pasifik seed Association) yaitu suatu organisasi yang di bentuk FAO pada tahun 1994 dengan tujuan meningkatkan bertumbuh kembangnya industri benih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar