Selasa, 13 Desember 2011

Bagaimana Mempelajari Nama Ilmiah Tumbuhan

BANYAK siswa beranggapan bahwa nama ilmiah hanyalah bersifat hafalan semata, apalagi menggunakan bahasa Latin. Padahal, sebenarnya belajar tentang fakta adalah lebih mudah dan bermakna daripada menghafal nama-nama ilmiah ataupun penggolongannya.


Menurut pakar biologi berkebangsaan Swedia, Caroleus Linnaeus (1707-1778) nama ilmiah tumbuhan ataupun penggolongannya menggunakan Sistem \"Ninomial Nomenklatur\", yaitu pemberian nama dengan sistem dua kata yang dipisahkan. Kata pertama menunjukkan marganya (genus) sedangkan kata kedua menunjukkan jenisnya (species).


Kata-kata itu menunjukkan, jenis ini mengandung makna tentang sifat-sifat yang menjadi ciri khasnya, yang tidak ditemukan pada makhluk jenis lainnya sehingga menjadi pembeda yang satu dengan anggota lain dalam genus yang sama.


Nama genus diawali dengan huruf besar (kapital), sedangkan nama spesies diawali dengan huruf kecil. Kedua nama diberi garis bawah yang terpisah atau dicetak miring.


Untuk lebih memudahkan dalam mempelajari nama ilmiah perlu mengikutsertakan banyak alat indra. Misalkan, dalam mempelajari nama ilmiah cabai dengan mengadakan \"rujak party\". Bila membuat rujak, tentunya kita gunakan cabai agar terasa lebih nikmat. Sebelum meracik bumbu rujak, siswa diminta untuk mengamati bentuk morfologi buah cabai. Setelah bumbu diracik maka bumbu akan terasa pedas, semakin banyak diberi cabai maka bumbu akan semakin pedas.


Dengan demikian siswa lebih dapat menghayati bahwa ciri khas atau ciri yang paling menonjol dari cabai adalah mengandung zat rasa pedas (capsein). Maka nama ilmiah cabai adalah Capsicum.


Kalau kita rasakan yang mempunyai zat rasa pedas selain cabai merah adalah cabai rawit. Perbedaan yang paling menonjol antara cabai dan cabai rawit adalah cabai merah berumur setahun (annuum), sedangkan cabai rawit mirip perdu (frutex), karena berumur lebih dari setahun. Jadi, nama ilmiah dari cabai merah adalah Capsicum annuum, sedangkan cabai rawit adalah Capsicum frutescens.


Agar siswa lebih tertarik dengan tanaman cabai, guru bisa mengumpulkan pendapat dari siswa tentang berbagai manfaat tanaman cabai, baik untuk keperluan yang erat dengan kegiatan masak-memasak, maupun keperluan yang lain. Kemudian hasilnya didiskusikan dan disesuaikan dengan pendapat para ahli, misalnya dari pengarang buku yang berkaitan dengan tanaman cabai.


Berikut ini adalah berbagai manfaat tanaman cabai yang dikemukakan oleh Setiadi dalam bukunya \"Bertanam Cabai, 1990: 10-11\". Kita banyak memanfaatkan cabai karena selain cabai mempunyai daya tarik dari warna kulit buahnya, juga cabai mempunyai banyak kandungan gizi. Cabai yang kaya akan vitamin C sering dimanfaatkan untuk bahan campuran pada industri makanan, obat-obatan, dan peternakan.


Cabai juga tidak kecil manfaatnya bagi burung ocehan dan burung hias. Konon, kepedasan cabai karena adanya zat capsein yang mampu mempertajam lidah burung ocehan sehingga burung ini akan lihai mempermainkan lidahnya. Bila cabai merah diberikan pada burung hias, pengaruhnya terhadap bulu burung yang akan lebih bercahaya dan lebih menarik.


Ayam yang enggan bertelur pun bisa tertolong sehingga mau bertelur asalkan makanannya acap kali dicampur cabai. Namun cabai yang diberikan pada ayam itu, adalah cabai kering ditumbuk halus menjadi bubuk cabai. Bubuk inilah yang dicampurkan pada makanan ayam calon petelur itu. Bubuk cabai dimanfaatkan juga dalam industri makanan dan minuman untuk menggantikan fungsi lada dan sekaligus untuk memancing selera kita.


Dengan mengikutsertakan alat indra dan mendiskusikan berbagai manfaat cabai seperti di atas, pelajaran nama ilmiah diharapkan akan lebih bermakna sehingga siswa akan lebih menghayati dan bergairah dalam mempelajari nama-nama ilmiah karena tercipta keadaan yang menyenangkan.


Hal yang sama bisa dilakukan untuk mempelajari nama ilmiah tumbuhan lain yang digunakan sebagai bahan rujak. Misalnya, kacang tanah (Arachis hypogea), asam (Tamarandus indica), jambu air (Psidium aquatica), pepaya (Carica papaya), dan sebagainya.


Sejalan dengan itu, dikembangkan suatu proses belajar yang berpusatkan pada siswa, agar siswa berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam proses belajar-mengajar baik secara perorangan maupun sebagai kelompok yang sesuai dengan kurikulum 2004.


Dengan partisipasi demikian, siswa bukan semata-mata berperan sebagai penerima informasi atau komunikasi yang berlangsung satu arah: dari guru kepada siswa, tetapi dapat berkembang sebagai pencari, penemu, pengolah, dan penyaji informasi sehingga komunikasi bisa berlangsung dengan banyak arah, dari siswa kepada guru dan sebaliknya dari guru kepada siswa, serta antarsiswa.


Dengan komunikasi demikian, tingkat belajar yang diharapkan dapat tercapai, sampai pada tingkat pemahaman dan penerapan yang lebih luas. ***

Penulis, guru Biologi SMAN 3 Cimahi.
Dra. RIKA RACHMAYANTI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar